Bulletin Jihad 10 Pagi edisi - 4 Spesial : ADAB SHOLAT BERJAMAAH



Adab Shalat Berjamaah di Masjid


Shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa adab dan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak boleh diabaikan. Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim saat hendak melakukan shalat berjamaah di masjid :
Memilih Pakaian yang Bagus
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’alaberfirman
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.”(Al A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada dibelakangnya akan melihat & membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.
Shalat dengan memakai pakaian bercorak/ bergambar Ummul mukminin Aisyah mengabarkan:
“Nabi shalat mengenakan khamishah yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, “Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya Abu Jahm , karena khamisah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi .” Hisyam bin Urwah berkata dari bapaknya dari Aisyah, “Nabi bersabda, “Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalaikan/menggodaku .” (HR. Al-Bukhari no. 373 dan Muslim no. 1239).
Alkhomsah argument,…
Mungkin sebaiknya bagi kita di era modern ini, menyikapinya dengan memulai mengkonsumsi khusus pakaian sholat kita dengan yang polos, hindari yang bercorak. Misalnya memilih sarung yang polos, pakaian yang polos, hindari corak warna ataupun ornament. Memang corak dan ornament itu adalah sebuah culture, akan tetapi kita sebagai muslim harus bisa menyikapinya dengan baik. Kita lihat dahulu dari segi kemanfaatannya. Jangan sampai mengganggu kekhusyukan orang lain dalam sholat berjamaah. Dan yang tak kalah penting adalah Merk Sarung. Lebih baik lepas merk sarung atau kalau tidak bisa, balik saja cara memakainya. Sholat berjamaah jangan jadikan ajang iklan berjalan ataupun pamer merk termahal. Karena kebanyakan si pembuat sarung juga kurang paham akan kekhusyukan sholat berjamaah. Yang kebanyakan dari mereka pahami adalah LARIS MANIS TANJUNG KIMPUL = Dagangan habis Uang Kumpul.
Pembeli adalah Raja, maka kita harus bisa jadi seorang Raja yang baik dan Sholeh. Kita membeli dengan melihat sisi manfaat dan mudharat. Insya Allah sholat berjamaah bertambah indah dan khusyuk.Kekuatan ada di tangan kita sebagai pembeli/Raja. Bayangkan seandainya kita sebagai pembeli hanya mau membeli sarung yang polos tidak bercorak-corak, maka pangsa pasarpun akan mengikutinya. Berarti kita sebagai pembeli sangat menentukan sebuah perubahan khususnya kaum muslimin. Satu lagi saudaraku, Polos bermakna bersih,sangat sederhana dan tidak neko-neko serta menghindari kesombongan.Pernahkan kita mendengar perkataan,” Anak itu masih polos,…. Atau …si fulan itu orang yang lugu dan polos,…..,dll.”  POLOS itu mudah kotor, mudah kelunturan warna lainnya, pendek kata polos itu selalu berusaha untuk menjaga dari sesuatu yang kotor. Hikmah yang bisa kita ambil adalah, Kita sebagai umat Nabi Muhammad Shalallahualaiwasallam, selalu menjaga diri kita dari segala keburukan, kemunkaran, noda dosa dan lainnya agar hati kita tetap bersih dari sesuatu yang mengotori hati kita. Semoga hal ini bisa menjadi bahan renungan kita bersama. Wallahu`alam.
Al-Imam An-Nawawi dalam syarah(penjelasan)nya terhadap Shahih Muslim memberi judul bagi hadits di atas dengan “Karahiyatush Shalah fi Tsaubin Lahu A’lam” artinya makruhnya shalat dengan mengenakan pakaian bergambar.
Rasulullah mengatakan bahwa gambar-gambar yang ada pada khamishah tersebut sempat menyibukkan beliau. Maksudnya, hati beliau tersibukkan sesaat dari perhatian secara sempurna terhadap shalat yang sedang dikerjakan, dari mentadaburi dzikir-dzikir dan bacaannya karena memandang gambar yang ada pada khamishah yang sedang dikenakannya. Karena khawatir hati beliau akan tersibukkan dengannya, beliau pun enggan mengenakan khamishah itu dan memerintahkan agar mengembalikannya kepada Abu Jahm.
Dari sini kita pahami, tidak disenanginya mengenakan pakaian yang bercorak/bergambar ketika shalat karena dikhawatirkan akan mengganggu ibadah shalat tersebut, walaupun shalat yang dikerjakan tetap sah.
Diambil istimbath hukum dari hadits ini bahwa dimakruhkan segala sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat seperti hiasan, warna-warni, dan ukiran pada dinding masjid, atau hal-hal lain yang dapat menyibukkan serta memalingkan hati orang yang sedang shalat. (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz Dzikr ‘Aqibash Shalah, Al-Minhaj 5/46, Fathul Bari 1/627, Syarhu Az-Zarqani ‘ala Muwaththa’ Al-Imam Malik, 1/290)
Berwudhu dari Rumah
Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 1553)
Membaca Doa Menuju Masjid
Saat keluar dari rumah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ
“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan:  “Bismillahi tawakkaltu ‘alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah(Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). ‘ Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, ‘Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan’, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud no. 595, At-Tirmizi no. 3487)
Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
Allahummaj’al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj’al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R Muslim 763)
Berdoa Ketika Masuk Masjid
Sesampainya di masjid, lepas sandal dengan mendahulukan kaki kiri.
Sunah ini dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُمْنَى، وَإِذَا خَلَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُسْرَى
Apabila kalian memakai sandal, mulailah dengan kaki kanan, dan jika melepas, mulailah dengan kaki kiri.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan Al-Albani)
Agar Anda tetap bisa masuk masjid dengan kaki kanan, setelah melepas sandal, kaki jangan langsung diinjakkan ke lantai masjid, tapi diinjakkan dulu ke tanah atau ke sandal kiri yang sudah dilepas. Kemudian naiklah ke lantai masjid dengan kaki kanan.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsuka mendahulukan yang kanan, ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan yang lainnya.” (HR. Bukhari, Ahmad dan yang lainnya)
Para ulama mengatakan, semua kegiatan yang baik, dianjurkan mendahulukan bagian tubuh yang kanan. Termasuk dalam hal ini adalah mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, mengatakan,
 “Termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Anda masuk masjid, Anda mendahulukan kaki kanan dan ketika keluar Anda mendahulukan kaki kiri.” (HR. Hakim, beliau shahihkan dan disetujui Ad-Dzahabi)
Kemudian masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid. Bacaan doa masuk masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rahmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim 713)
Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat  mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 ( tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yangsedang  shalat.” (HR. Bukhari 510 dan Muslim 1132)
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau menginjak usia baligh. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaa’ah yang diimami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledainya  baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan tersebut (Lihat dalam riwayat Bukhari 76 dan  Muslim 504). Namun demikian, sebaiknya memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.
Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk
Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)
Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam shalat tahiyatul masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar.    Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’, akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya.   Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.
Menghadap Sutrah Ketika Shalat
Yang dimaksud dengan sutrah adalah pembatas dalam shalat, bisa berupa tembok, tiang, orang yang sedang duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah disyariatkan bagi imam dan bagi orang yang shalat sendirian. Dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat menghadap sutrah terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud 698. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jaami’ 651)
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum memasang sutrah adalah wajib karena adanya perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.. Dalam shalat berjamaah yang menghadap sutrah adalah imam, dan sutrah bagi imam juga merupakan sutrah bagi makmum yang dibelakangnya.
Hendaklah orang yang shalat menolak/mencegah apa pun yang lewat di depannya, baik orang dewasa maupun anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang menutupinya dari manusia (menghadap sutrah), lalu ada seseorang ingin melintas di hadapannya, hendaklah ia menghalanginya pada lehernya. Kalau orang itu enggan untuk minggir (tetap memaksa lewat) perangilah (tahanlah dengan kuat) karena ia hanyalah setan.” (HR. Bukhari 509 dan Muslim 1129)
Menjawab Panggilan Adzan                                                                           Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)
Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat{ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ,  حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ} disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalahyaitu kalimat { لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ } sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah  kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)
Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam hadits berikut :
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yg sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)
Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Udzur                                                           Jika kita berada di dalam masjid dan adzan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada udzur. Hal ini sebagaiamana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiyallahu’anhu, beliau berkata :
كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 “Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R Muslim 655)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa berdasarkan hadits di atas dibenci keluar dari masjid setelah ditunaikannya adzan sampai sholat wajib selesai ditunaikan, kecuali jika ada udzur.
Tidak boleh keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan kecuali  ada udzur seperti mau ke kamar kecil, berwudhu, , mandi, atau keperluan mendesak lainnya.
Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah                                   Hendaknya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini  merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
 Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)
Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang hafalan al quran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
 Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).
Tidak selayaknya seseorang justru mengisi waktu-waktu ini dengan obrolan-obrolan yang tidak bermanfaat.
Raihlah Shaf yang Utama
Di antara kesempurnaan shalat berjamaah adalah sebisa mungkin menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الِرجَالِ أَوِّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (H.R.Muslim 440)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallamjuga pernah bersabda:
لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لاَسْتَهَمُوْا
Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan Muslim 437)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallamjuga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ
Allah dan para Malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf pertama” (HR. An Nasa-i, 810. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)

Posisi shaf yang semakin dengan imam, semakin besar keutamaannya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليلني منكم أولو الأحلامِ والنهى, ثم الذين يلونَهم ثم الذين يلونَهم
Hendaknya yang dibelakangku adalah orang yang bijaksana dan pandai, baru setelahnya adalah yang dibawah dia dalam hal kepandaian, begitu seterusnya” (HR. Muslim 432)
Urutan keutamaan posisi shaf shalat dari yang paling besar adalah:
1.     Di belakang imam persis pada shaf pertama, karena shaf pertama dan paling dekat imam
2.     Posisi selain belakang imam, yang mendekati imam, di shaf pertama.
3.     Posisi di shaf pertama yang jauh dari imam
4.     Lurus di belakang imam  pada shaf kedua, karena itu posisi paling dekat imam di shaf kedua
5.     Posisi selain poin 3, yang paling dekat jaraknya dengan imam, di shaf kedua.
6.     Posisi di shaf kedua yang jauh dari imam
7.     Dst.
Wallahu`alam
Merapikan Barisan Shalat
Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
 “Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim 436)

Jangan Mendahului Gerakan Imam
Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734)
Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut: أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار
Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala  keledai? “(H.R Bukhari 691)
Berdoa Ketika Keluar Masjid
Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).”(HR. Muslim. 713)
 

           Bershalawat dan berdoa saat masuk dan keluar masjid
Rasulullah shalallahu`alaihiwassalama bersabda, 
“Bila salah seorang di antara kalian hendak masuk masjid hendaknya ia bershalawat atas Nabi Saw dan membaca doa, ‘Yaa Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmatmu,’ Dan, bila keluar hendaknya ia bersalam kepada Nabi lalu mengucakpan, ‘Yaa Allah, sungguh aku mohon karunia-Mu.”(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra bersumber dari Abu Humaid atau Bau Usaid. Ra)

           Menggunakan jari jemari tangan kalian saat berdzikir
Dari Abdullah bin Amr ra, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah Saw menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya.”(HR. Abu Dawud, no. 1502).

     Memakai sandal/sepatu dimulai dengan bagian yang kanan terlebih dahulu
Aisyah ra, mengatakan, “Adalah Rasulullah Saw suka mendahulukan yang kanan sebisa yang beliau lakukan dalam bersuci, memakai sandal, bersisir dan dalam segala urusannya.”(HR. An-Nasa’I, no. 112).

Jika Wanita Hendak Pergi ke Masjid
Tempat shalat yang paling baik bagi seorang wanita adalah di dalam rumahnya. Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (Al Ahzab :33)
Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ   
Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka”. (HR. Abu Daud dan dihasankan di dalam kitab Irwa Al Ghalil 515)
Namun demikian, tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan :
1.     Meminta izin kepada suami atau mahramnya
2.     Tidak menimbulkan fitnah
3.     Menutup aurat secara lengkap
4.     Tidak berhias dan memakai parfum
Abu Musa radhiyallahu‘anhumeriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً ».
Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib2019).                                                                                 Inilah di antara beberapa adab yg perlu diperhatikan ketika hendak shalat berjamaah di masjid. Semoga penjelasan ini dapat menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam.Tulisan ini banyak mengambil faedah dari Kitab Shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik dal Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Adzim Badawi  serta beberapa tambahan dari sumber lain. Dr.Adika Mianoki / dan berbagai sumber lainnya.

MEMAKNAI SHOLAT BERJAMAAH
Didalam hadits dikatakan bahwa pahala shalat berjamaah adalah 27 kali di bandingkan dengan shalat sendiri. banyak orang Islam berhitung secara kuantitatif seolah-olah dengan melakukan shalat berjamaah maka ia akan menabung pahala sebanyak 27 kali. Demikian juga ketika di dalam hadist dikatakan bahwa shalat di Masjidil Haram akan dilipatgandakan pahalanya sebanyak seratus ribu kali lipat. Luar biasa.

Saya pribadi memahami masalah ini dari sisi kepemimpinan dan persatuan Islam. Shalat berjamaah berarti berkelompok dengan panduan seorang imam. Apa yang dilakukan imam akan diikuti oleh makmumnya, kecuali imam salah. Semua makmum harus berbaris dengan shaf yang teratur dan lurus. Semua mengikuti arah Imam, betapa kuatnya organisasi ini. Siapa yang dapat mematahkan shaf yang kokoh?
Sayang makna dari keuntungan shalat berjamaah luput dimengerti oleh umat islam! Salah satu kunci keberhasilan dakwah di zaman Rasulullah saw adalah persatuan. Salah satu cara menumbuhkan persatuan tersebut adalah dengan shalat berjamaah. Kecintaan mereka, disiplin dan keikhlasan mereka dalam menunaikan shalat berjamaah telah menumbuhkan semangat persatuan dan keberanian yang tinggi diantara mereka. di sisi lain hubungan silaturahmi yang penuh kasih sayang semangat erat terjalin diantara mereka. Sehingga gambaran umat Islam yang bagaikan dua jari dieratkan benar-benar nampak di zaman itu.

Dalam hal disiplin dan kecintaan mereka dalam shalat berjamaah kita dapati di dalam salah satu riwayat bahwa seorang sahabat yang sudah uzur dan tuna netra setiap hari beliau shalat berjamaah ke masjid walaupun jaraknya tidak bisa dibilang dekat, diceritakan bahwa sahabat tersebut meminta keringanan Rasulullah saw untuk beliau khusus untuk shalat subuh shalat di rumah saja. Rasulullah saw mengizinkan, tetapi baru beberapa langkah Rasulullah saw meralat bahwa sahabat tersebut tetap menunaikan shalat berjamaah di Masjid. Betapa tingginya semangat dan disiplin yang terbentuk waktu itu. Bisa kita bayangkan seandainya di sebuah Masjid Besar, setiap umat Islam yang berada di dalam radius beberapa kilometer dari Masjid - menunaikan ibadah shalat berjamaah di Masjid lima kali sehari maka masjid tersebut mungkin tidak akan mampu menampung, dan kitapun bisa membayangkan dampak persatuan, kecintaan dan kebaikan akan lebih terbentuk di dalam Masyarakat. Dan lebih luas lagi musuh-musuh Islam yang melihat tentu akan gentar melihat persatuan Islam yang terbentuk dari hal yang paling mendasar sekali.
Mungkin antum pernah mendengar sebuah berita bahwa,
Seorang penguasa Yahudi pernah berkata, "kami baru takut terhadap umat Islam jika mereka telah melaksanakan Shalat Subuh seperti melaksanakan Sholat Jum'at"
Contoh dalam hal ini adalah di Perancis, Islam yg dari sisi prosentase sebenarnya masih jauh dibandingkan dengan masyarakat asli yang beragama non Muslim, tetapi Islam yang sedikit tersebut sudah menjadikannya sebagai 'ancaman' bagi eksistensi umat Kristiani disana. Betapa tidak kita menyaksikan bahwa setiap ibada shalat toko-toko disana sampai tutup karena orang-orang Islam yang harus shalat di jalan-jalan dan trotoar, karena tidak tercukupinya Masjid untuk menampung umat Islam yang semakin bertambah. Ketakutan itu seharusnya memang tidak perlu dirisaukan, karena semakin shaleh dan taatnya seseorang pada agama dan bentuk-bentuk peribadatan, tentu hal itu akan membawa seseorang akan semakin saleh secara sosial, karena itu adalah tuntutan pasti dari Islam. Sehingga dampak tersebut akan terasa di kalangan masyarakat Perancis sendiri. Tetapi walau bagaimanapun kita pun mengerti ketakutan mereka jika kita membandingkannya dengan tindakan terorisme yg dilakukan oleh 'oknum-oknum' muslim. Jadi Shalat berjamaah adalah hal yang harus selalu kita perhatikan, tidak sekedar kita menganggap untuk kepentingan pribadi kita, tidak sekedar untuk memenuhi masjid tetapi lebih dari itu adalah kita harus menumbuhkan persatuan Islam, persatuan dalam bermasyarakat dan persatuan dalam beragama. 
Meninggalkan Sholat Berjamaah karena       Pekerjaan
Tidak boleh bagi seorang muslim bersusah payah untuk bekerja urusan dunia jika harus mengorbankan ibadah dan shalatnya. Allah telah memberikan ciri orang-orang beriman, bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak terbuai oleh perdagangan mereka dan jual beli mereka sehingga lupa berzikir kepada Allah dan menegakkan shalat, sebagaimana firman-Nya,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْتُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآَصَالِ . رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأَبْصَارُ . لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ  (سورة النور: 36-38)
"(Mereka) bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.  (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Dan kumpulan ayat-ayat tersebut ditutup dengan firman Allah Ta'ala,
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas."
Hal ini sebagai isyarat bahwa hendaknya bagi orang yang sibuk berdagang dan bekerja dengan mengabaikan ketaatan kepada Rabbnya menyadari bahwa rizki di tangan Allah, Dia yang memberi rizki bagi siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas. Nabi shallallahu alaihi telah menjelaskan hal tersebut dalam sabdanya,
أَيُّهَا النَّاس ، اتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، فَإِنَّ نَفْساً لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا ، وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرَّمَ
(رواه ابن ماجه، رقم  2144 ، من حديث جابر بن عبد الله رضي الله عنهما ، وصححه الشيخ الألباني في صحيح الترغيب، رقم 1698 )
"Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah, dan baguslah dalam mengajukan permintaan. Karena seseorang tidak akan meninggal sebelum dia memenuhi rizkinya. Siapa yang merasa rizkinya terlambat, bertakwalah kepada Allah dan bersungguh-sungguhlah meminta. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram."
 (HR. Ibnu Majah, no. 2144, dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dishahihkan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Targhib, no. 1698)
Tidak ada halangan mengerahkan berbagai sebab untuk mencari rizki. Akan tetapi selayaknya bagi seorang muslim untuk berlebihan dalam bekerja sehingga menghabiskan seluruh waktunya dengan mengorbankan ketaatan dan kesehatannya dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Hendaknya dia bersungguh-sungguh dan selalu mendekat kepada Allah .
Saya menganggap orang yang terlalu larut dalam kesibukan dunia dan mengabaikan akhirat, bagai tikus masuk ke dalam roda yang berputar tiada henti untuk mengejar keju. Si tikus terus berlari namun si tikus pun tak kunjung mendapatkan keju yang dikejar. Orang yang mengejar dunia dan melupakan akhirat akan mendapat kerugian. Pertama, ia memiliki harta namun merasa tak pernah cukup. Kedua, ia selalu larut dalam kesibukan tiada henti, waktunya seolah habis hanya untuk mengejar harta. Sejatinya, upaya untuk mengejar dunia dengan cara seperti itu bukanlah cara yang diberkahi oleh Allah SWT.
Oleh karena itu sesibuk apapun dengan pekerjaan atau bisnis yang dijalani, jika Allah SWT sudah memanggil untuk menghadap maka penuhilah seruan-Nya. Insya Allah waktu yang kita “korbankan” untuk menghadap Allah jauh lebih berharga daripada kita terus larut dalam urusan dunia. Bahkan pengorbanan waktu kita terhadap Allah tentu akan diganjar dengan pahala dan rezeki yang melimpah.
Ada sebuah kisah yang memang saya sendiri belum mengetahui kebenaran serta sumber aslinya. Akan tetapi, kita petik saja hikmahnya. Umar bin Khattab dan kebunnya. Suatu ketika Umar sedang sibuk mengurusi kebunnya. Sekembalinya dari kebun ia hendak melaksanakan sholat ashar. Tetapi alangkah terkejutnya ia melihat jamaah ashar sudah bubar dari masjid. Maka Umar sadar bahwa ia ketinggalan sholat ashar berjamaah lantaran sibuk mengurusi kebunnya. “Kalau begitu” ucap Umar, “Aku akan wakafkan kebun ini untuk kepentingan umat Islam!”. Umar sadar bahwa kebunnya telah melalaikan ia dari sholat berjamaah. Tidak, beliau tidak terlambat sholat hanya saja beliau terlambat sholat secara berjamaah! Inilah contoh orang yang mengutamakan Allah di atas dunia, justru Allah akan memakmurkan dan memberkah hidupnya di dunia dan akhirat.

·      HUKUM SHOLAT BERJAMAAH                           Rangkuman pertanyaan, Majlis JIHAD 10 PAGI, redaksi Bulletin.

Pertanyaan  seputar dari hukum shalat berjamaah ini seringkali dilontarkan banyak dari saudara muslim kita. Entah itu untuk hanya sekedar tahu atau karena ingin mempelajari ilmu lebih dalam, ataupun barangkali untuk mencari kemudahan yang paling mudah. Mohon maaf sebelumnya, berulang kali diri ini ditanya oleh beberapa teman dan kerabat, mengenai hukum sholat berjamaah. Pada umumnya, mereka yang bertanya ini belum melakukan sholat berjamaah secara penuh (lebih banyak sholat sendiri di rumah). Umumnya yang mereka tahu bahwa sholat berjamaah itu hukumnya sunnah thok! Bukan fardhu `ain, fardhu kifayah atau sunnah muakkadah. Mereka terlalu berat untuk berjamaah ke masjid. Entah itu karena kesibukan, pekerjaan dan lain-lainnya. Untuk itulah diri ini mencuplik dari berbagai macam sumber untuk bisa dijadikan tambahan ilmu bersama, disamping juga ilmu yang kami dapatkan dari guru kami tercinta(cinta karena Allah) ustadz Abdul Qodir Sy.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum melakukan sholat fardhu berjamaah di mesjid dan sholat fardhu sendirian di rumah. Ada yang mengatakan hukum sholat fardhu berjamaah di mesjid adalah fardhu ‘ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
Ada berbagai pendapat tentang hukum sholat fardhu berjamaah di mesjid :
Pendapat Pertama:
Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Hanafiyah dan  Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain.
Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:


Dari Abi Darda` ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya." (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
Dari Malik bin Al-Huwairits bahwa Rasulullah saw, `Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.(HR Muslim 292 – 674).
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.


Pendapat Kedua: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al-Fatawa Al-MAshriyah halaman 50).
Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Aisyah ra berkata, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. (Al-Muqni` 1/193)
Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).


Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146.                                                                                                                      Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. (silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai` karya Al-Kisani jilid 1 halaman 76).
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al-Ahkam As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini:
Dari Abi Musa ra berkata bahwa Rasulullah SAw bersabda, `Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur. (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)


Pendapat Keempat: Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al-Muhalla jilid 4 halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah.
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAw bersaba, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.(HR Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al-Hakim 1/245)
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, "Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, `Apakah kamu dengar azan shalat?`. `Ya`, jawabnya. `Datangilah`, kata Rasulullah SAW. (HR Muslim 1/452).

Kesimpulannya, setiap orang bebas untuk memilih pendapat manakah yang akan dipilihnya. Karena Para Ulama besar kita sudah menyatakan dengan semua pendapatnya yang sudah barang tentu mempunyai dalil dan dasar yang amat kuat. Janganlah dilihat hanya dari sisi perbedaan khilafiyahnya dan jangan pula beranggapan para ulama yang tidak mewajibkan sholat berjamaah itu, tidak melakukan sholat berjamaah. Mereka adalah orang2 yang ahli sholat berjamaah dan tidak akan pernah meninggalkan kecuali ada udzur. Ini semua hanya perbedaan pendapat semata, yang sudah barang tentu mempunyai hikmah yang besar bagi kita. Hanya Allah yang tahu. Perbedaan itu telah dan sudah ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya tanpa saling menyalahkan. Kita masing-masing di jembatani oleh pemikiran para ulama itu untuk menuju jalan Allah. Dan kebenaran adalah tetap Hanya Milik Allah.
Sekali lagi, kita tidak perlu terlalu menyelisihkannya. Yang terpenting kita ambil saja sisi hikmahnya dari Shalat berjamaah. Janganlah yang mudah disulit-sulitkan, dan yang terasa memberatkan (secara individual pribadi) di bikin mudah saja. Karena Islam itu mudah bagi orang-orang yang ikhlas karena Allah, dan yang membuat sulit adalah faktor  manusia dengan ego pribadinya(hawa nafsu).
Masak,… kita sudah diberi kesehatan yang mahal harganya ini, enggan sholat berjamaah. Masak,…. kita diberi kenikmatan berupa harta, pasangan hidup, anak,.. tetap enggan memenuhi panggilan adzan. Dan lain-lain….dll…… dan kita tidak akan pernah sanggup untuk menyebutkan setiap karunia dan anugerah Allah ta`ala.
Meninggalkan shalat berjamaah merupakan salah satu penyebab orang untuk meninggalkan shalat sama sekali. Dan perlu diketahui bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran, dan keluar dari Islam. Ini berdasar pada sabda Nabi : "Batas antara seseorang dengan kekufuran dan syirik adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim). "Janji yang membatasi antara kita dan orang-orang kafir adalah shalat. Barang siapa meninggalkannya, maka ia kafir."

Setiap muslim wajib memelihara shalat pada waktunya, mengerjakan shalat sesuai dengan yang disyariatkan Allah, dan mengerjakan secara berjamaah di rumah-rumah Allah. Setiap muslim wajib taat kepada Allah dan rasul-Nya, serta takut akan murka dan siksanya.

Tidak bisa dipungkiri shalat berjamaah mempunyai beberapa hikmah serta kemaslahatan. Hikmah yang tampak adalah :

Akan timbul diantara sesama muslim akan saling mengenal dan saling membantu dalam kebaikan, ketaqwaan, dan saling berwasiat de-ngan kebenaran dan kesabaran.

Saling memberi dorongan kepada orang lain yang meninggalkannya, dan memberi penga-jaran kepada yang tidak tahu.

Menumbuhkan rasa tidak menyukai kemunafikan.

Memperlihatkan syiar-syiar Allah ditengah-tengah hamba-Nya.

Sarana dakwah lewat perbuatan.

Hadits mengenai wajibnya shalat berjamaah dan kewajiban melaksanakannya di rumah Allah sangat banyak Oleh karena itu setiap muslim wajib memperhatikan, dan bersegera melaksanakannya. Juga wajib memberitahukan hal ini kepada anak-anaknya, keluarga, tetangga, dan seluruh teman-teman seaqidah agar mereka melaksanakan perintah Allah SWT dan rasul-Nya dan agar mereka takut terhadap larangan Allah dan rasul-Nya dan agar mereka menjauhkan diri dari sifat-sifat orang munafik yang tercela, diantaranya malas mengerjakan shalat

Semoga kita semua bisa mengambil ilmu yang bermanfaat dan menjadikan kita cinta akan masjid  serta memakmurkannya dengan senantiasa sholat berjamaah di masjid. Semoga Allah menantiasa mencurahkan keberkahanNya kepada kita semua, sehingga kita selalu istiqomah berjamaah di masjid. Khususnya diri pribadi ini tidak hanya bisa menyampaikan saja, akan tetapi selalu bisa melaksanakan setiap yang disampaikan. Dan kita semua dijauhkan dari kemunafikan. Amin.

·        Mengutamakan Allah di tengah kesibukan.Kisah ini dikirimkan oleh :Galih Herdo Asmoro, SE ( True Story)
Assalammua’alaikum Wr Wb.
Saya ingin berbagi cerita yang akhirnya mengubah hidup saya sampai sekarang.

Saya adalah seorang yang bekerja disalah satu bank ternama di Indonesia. Saya bekerja sebagai teller di kantor cabang. Seperti yang diketahui, posisi teller menyulitkan saya untuk beristirahat saat jam makan siang karena bank tempat saya bekerja tetap beroperasi saat jam istirahat sampai pukul 15.00 WIB. Alhasil, jika kami ingin istirahat kami harus bergiliran dan akhirnya tidak bisa sholat zuhur tepat waktu.
Saya termasuk orang yang workaholic, oleh karena itu saya selalu mengutamakan pekerjaan saya dibandingkan Sholat tepat waktu. Saat itu saya berpikir untuk sukses itu harus bisa menunjukkan kepada atasan bahwa saya adalah orang yang paling siap untuk bekerja keras dibandingkan orang lain, bahkan sering saya rela tidak istirahat dan sholat di akhir waktu demi meraih simpati atasan saya. Menurut saya waktu itu sangat berharga sehingga ketika rekan mengajak untuk shalat berjamaah saya selalu menolak dengan alasan jika sholat sendiri akan lebih cepat dan dapat melanjutkan pekerjaan.
Perilaku saya akhirnya membawa hasil, banyak rekan saya yang kagum dengan etos kerja saya dan saya pun mendapatkan penilaian terbaik di cabang saya dari atasan. Hal ini berlangsung hampir 3 tahun lamanya, sampai suatu saat saya secara tidak sengaja mendengar tausiyah seorang ustad. Satu kalimat beliau yang sangat dalam menyangkut dihati saya, “banyak orang rela bekerja sampai lupa sholat tepat waktu, padahal ALLAH yang kasih mereka rezeki. Masa pas yang kasih rejeki datang malah ditinggalin buat kerjaannya”.
Setelah mendengar kalimat itu, saya mulai berpikir, “bener juga ya apa yang dibilang”. Lalu saya cari ceramah beliau di internet, lalu pelan-pelan saya coba untuk sholat tepat waktu. Saya menghadap ke atasan saya, saya minta izin untuk sholat saat azan Zuhur dan ashar berkumandang. Lalu atasan saya mempersilahkan selama jam tersebut nasabah sepi karena sebagai teller saya harus melayani nasabah. Celakanya, waktu zuhur bertepatan dengan jam makan siang dan itu adalah saat dimana nasabah paling ramai ke bank karena mereka memanfaatkan jam istirahat makan siang mereka untuk ke bank.
Saat itu saya bingung, kalo gini gimana caranya bisa sholat zuhur tepat waktu. Tetapi besoknya, di sebuah acara TV, ustadz itu  berujar, “tidak ada satupun yang membuat seorang hamba bersujud kepada Allah kecuali Allah, syaratnya gampang, kalo mau sholat tepat waktu ya doa aja sama Allah”. Setelah itu tiap habis sholat shubuh saya berdoa semoga nanti pas jam makan siang nasabah sepi. Dan Subhanallah ternyata hari itu nasabah sepi dan saya bisa sholat tepat waktu. Tiap hari saya berdoa dan tiap hari saat jam makan siang nasabah mendadak sepi. Rasanya tidak percaya hal tersebut bisa terjadi. Saya terus ikuti acara Dakwah TV itu, lalu pelan-pelan saya tau jika laki-laki itu harus berjamaah sholatnya, maka sejak saat itu saya selalu usahakan untuk berjamaah. Jika dikantor saya ajak office boy di kantor untuk jamaah walaupun hanya berdoa. Jika maghrib dan isya, saya mampir di masjid yang saya lewati dalam perjalanan pulang kantor untuk shalat berjamaah. Saya berpikir, biarinlah sampai rumah lebih lama tapi yang penting bisa sholat tepat waktu dan berjamaah di masjid. Shubuh pun saya paksakan jamaah di masjid, padahal jarang sekali saya sholat shubuh di masjid.
Setelah dapat ilmu sholat tepat waktu dan berjamaah, saya dapat ilmu lagi dari ustad z tersebut,  yaitu kita ini ngakunya aja cinta sama Rasulullah tetapi gak pernah menjalankan sunnahnya. Saya baru tau kalo sholat dhuha dan witir itu sunnah muakkad,dianjurkan shaum senin-kamis,perbanyak membaca Al-Quran, dan bertahajud dimalam hari. Pelan-pelan semua hal itu menjadi rutinitas saya, sebelum bekerja saya dhuha, senin kamis saya lakukan, tahajud dan witir saya laksanakan.
Selain ilmu itu, tentunya ilmu shodaqoh juga coba saya lakukan. Saya bersedekah dengan jumlah yang menurut saya lumayan besar.
Lalu gimana dengan pekerjaan saya??setelah saya melakukan semua itu , saya selisih kurang sebesar 1,5 Juta Rupiah….padahal selama saya jadi teller saya tidak pernah selisih lebih dari 50 ribu . Jujur saya shock dan berpikir, padahal udah tobat dan ngebenerin sholat tapi kenapa malah kena musibah ya??
Saya coba cari tau dengan terus menyimak acara dakwah TV itu, sampai suatu saat Ustad tersebut berkata, “jika ada orang yang tobat lalu malah kena musibah,itu tandanya Allah sayang sama orang itu. Allah cuci dosanya dengan musibah didunia,Allah percepat hukumannya didunia supaya nanti di akherat udah bersih”, dan setelah saya mendengarnya saya menangis, ternyata Allah sayang sama saya.
Saya juga memiliki doa agar saya bisa dimutasi ke kantor pusat sebagai back office, karena sebagai back office saya bisa istirahat saat jam makan siang dan bisa sholat tepat waktu. Selain itu di kantor pusat ada masjidnya, kan enak tuh bisa sholat jamaah terus dimasjid daripada sholat jamaah berdua sama OB di mushola cabang yang kecil. Tapi saya ga tau gimana caranya pindah ke kantor pusat, kenalan pun gak punya di kantor pusat. Ya udah doa aja deh sama Allah,gimana caranya biar Allah yang atur.
Sekitar 3 bulan saya doa, suatu siang saya di telpon oleh teman saya. Dia teman satu angkatan saya semasa di teller dulu. Ternyata dia sekarang sudah di mutasi di kantor pusat tanpa sepengetahuan saya dan dia menawarkan untuk pindah ke kantor pusat karena di divisinya ada yang kosong dan sedang butuh orang. Saat mendapatkan tawaran tersebut hati saya bergetar dan menangis, betapa Allah mendengar doa hambanya, betapa Allah maha pengasih dan penyayang bahkan terhadap orang yang banyak doanya seperti saya, betapa Allah maha kuasa untuk mengatur segala sesuatunya.
Sekarang saya sudah di mutasi ke kantor pusat dan bisa selalu sholat berjamaah. Subhanallah. Betapa kekuasaan Allah itu saya rasakan. Saya bercerita demikian insya Allah bukan untuk riya, tetapi sebagai pelajaran kepada yang lain betapa Allah yang harus kita utamakan dibandingkan pekerjaan dan urusan kita yang lain. Saya juga meminta doa dari rekan-rekan semua karena saya baru beberapa bulan ini menikah dan ternyata istri saya divonis sulit hamil oleh dokter. Tapi saya selalu yakin jika Allah berkehendak maka tidak ada yang tidak mungkin. Doakan saya dan istri agar dikaruniakan anak yang sholeh dan sholehah serta menjadi penghapal Al Qur’an.
Wassalammu’alaikum Wr Wb. Published by Hendra Setiawan on June 28, 2013
Hikmah yang bisa ambil dari kisah ini adalah, bahwa setiap apaun yang kita ingin lakukan maka niat serta iringan doa yang kuat dan ikhlas karena Allah, menjadi kunci utamanya. Keinginan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah, akan menuai jalan yang mudah. Allah akan membuka jalan yang lebar dan terkadang tidak masuk pada akal pikiran kita. Sepertinya hanya kebetulan saja. Padahal semuanya mengandung amat banyak hikmah di dalamnya. Seperti syair sebuah lagu,”….aku jauh, Engkau jauh…aku dekat, Engkau dekat..”, semuanya tergantung diri kita sebagai hamba-Nya. Dan jalan menuju Allah amatlah lapang, asalkan kita sungguh2 ingin mendekatkan dengan Niat serta doa yang ikhlas.
Semoga bermanfaat,
·         SUARA ADZAN & Waktu Sholat DI ERA GLOBALISASI                                                 oleh redaksi Bulletin JIHAD 10 Pagi.alkhomsah.com
Kita semua telah paham bahwa Adzan adalah seruan panggilan untuk semua umat Islam untuk melakukan ritual Sholat. Untuk memahaminya lebih dalam, marilah kita kembali mengulas sejarah riwayat asal muasal adzan itu dikumandangkan.
Pada masa itu, memang belum ada isyarat yang tepat untuk memanggil orang sholat. Orang-orang umumnya berkumpul di masing –masing masjid menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama `ah dimulai. Atas adanya dinamika pemikiran, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya.
Ada beberapa perbedaan pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa ketika waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada juga yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul.

Saran-saran itu memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang umumnya dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.

Lantas, ada usul dari Umar r.a, jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap datangnya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sebagai berikut:
"Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.

Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ? Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?" Dan aku menjawab " Ya !"

Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang , " Allahu Akbar,Allahu Akbar….. dst"(seperti lafadz adzan saat ini)
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal."
Sesungguhnya, mimpi itu serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW. Dan Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini.

Hal diatas adalah penggalan kisah riwayat Adzan. Inti utamanya adalah bahwa Allah memanggil kita kaum muslimin untuk datang berkumpul bersama dalam suatu tempat (masjid), untuk melaksanakan ibadah Sholat lima waktu bersama-sama atau berjamaah.
Akan tetapi, apa yang terjadi di era2 mutakhir saat ini. Suara Adzan dianggap hal yang biasa dan wajar2 saja. Padahal orang sudah tahu dan paham bahwa suara adzan merupakan panggilan Allah kepada kita kaum muslim untuk melakukan sholat di berjamaah masjid. Kita sebagai hamba Allah sudah barang tentu harusnya sudah paham. Didalam surat Adz Dzariat 56 Allah berfirman :

“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada – Ku.”
Kita sebagai hamba Allah mempunyai kewajiban utama, yaitu mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai maksud dari penciptaan kita. Ini berarti yang kita utamakan adalah Allah, bukan urusan dunia kita. Banyak sekali cara mengabdi kepada Allah, dan salah satu hal yang utama adalah Shalat, oleh karena Shalat itulah yang amalan pertama kali dihisab/dihitung di akherat nanti.                      Dari Abu Hurairah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ
Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” 
"Bilamana shalat seseorang itu baik maka baik pula amalnya, dan bilamana shalat seseorang itu buruk maka buruk pula amalnya.” (HR. Ath-Thabarani)
"Sesungguhnya pertama kali yang dihisab (ditanya dan diminta pertanggungjawaban) dari segenap amalan seorang hamba di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik maka beruntunglah ia dan bilamana shalatnya rusak, sungguh kerugian menimpanya.” (HR. Tirmidzi)
Begitu amat sangat pentingnya nilai shalat untuk kita umat Nabi Muhammad shalallahu`alaihi wassalam. Dan panggilan suara Adzan adalah satu sarana untuk menyadarkan kita akan pentingnya shalat di sela-sela aktivitas kita. Dan kalau bisa dikatakan secara simple atau sederhana, bahwa panggilan sholat itu adalah yang pertama diutamakan sedangkan aktivitas dunia kita nomer kedua setelahnya. Kebanyakan dari kita adalah terbalik, urusan dunia yang utama. Bahkan yang lebih parah lagi adalah banyak sekali orang beranggapan secara tidak langsung, bahwa suara adzan itu beralih fungsi dari tujuan utamanya.                                          Sekarang ini kebanyakan dari kita secara tidak langsung menganggap suara adzan itu adalah seperti alarm atau tanda waktu dalam kehidupan. Suara Adzan hanya sebagai penunjuk waktu dalam aktivitas kehidupan, bukan untuk memenuhi panggilan sholat berjamaah. Hati ini berkata demikian karena banyak sekali menemui pelaku dan peristiwa di sekeliling hati (kejadian nyata dan pernah mengalaminya sendiri). Mengapa beralih fungsi ?? Marilah kita simak bersama beberapa peristiwa (yg pernah hati ini temui dan alami) yang menjadikan suara adzan bukan untuk memenuhi panggilan sholat berjamaah, tetapi sebagai tanda aktivitas kehidupan duniawi.
Pertama, sholat subuh. Ada sebagian orang mengatakan,” Ayo bangun! sudah terdengar adzan subuh. Kitakan ada janjian olahraga.” ….Atau… saat sekelompok pemuda lagi asyik begadang/melek`an serta ada juga yang sedang judi kecil2an, begitu terdengar adzan subuh maka mereka bubar pulang kerumah masing2. Atau… sebagai patokan berakhirnya ronda malam.
Kedua, Sholat Dhuhur. Waktu sholat dhuhur adalah pertengahan hari, dimana adzan dhuhur ini oleh sebagian orang digunakan sebagai alarm waktu untuk istirahat. Kalau bahasa pertukangannya adalah,” laut….laut!! Jarum jam tidaklah atau jarang digunakan atau dilihat, tetapi suara adzan dhuhur sudah dianggap paling afdhol untuk penanda jam istirahat makan. Atau… waktu dhuhur juga sering dijadikan untuk membuat suatu janji dengan orang lain.
Ketiga, sholat ashar. Waktu ini sudah mulai berkurangnya terik matahari. Waktu adzan ashar ini, orang mulai menjadikan pertanda waktu bahwa waktu bekerja sudah mulai habis dan bersiap siap untuk pulang (sebagian orang). Kalau para tukang dan kuli bangunan, begitu terdengar adzan ashar maka pacul, cetok, ember dan peralatan lainnya mulai di cuci. Tidak perlu menambah adonan semen lagi, cukup menghabiskan sisa yang ada. Begitu juga di perkantoran2 resmi.              Koq nggak ke masjid??.... aah.. nanti aja sekalian nyampek rumah(iya kalau nyampek rumah, kalau di jalan ada sesuatu? Atau bisa-bisa nyampek rumah sudah kelupaan?
Ke-empat sholat magrib. Ini adalah waktu yang sangat sakral di negeri ini. Seluruh aktivitas mulai menurun, matahari mulai terbenam. “ Magrib-magrib jangan keluyuran, gak ilok(tidak pantas dan tabu). Hewan ternak/piaraan  mulai di masukkan ke kandangnya. Hari dimulainya rehat sejenak bersama keluarga. Suara Adzan Magrib dijadikan tanda bahwa hari telah mulai petang.                                 “ Koq nggak ke masjid ??.... aahh.. badan masih capek semua habis pulang kerja. Nikmati istirahat dulu aja sebentar sambil nonton TV…. lalu mandi…lalu ….(itulah yang terbetik di hati kala itu).
Kelima, sholat Isya`. Sering kali waktu isya` dijadikan waktu untuk sebuah undangan. Misalnya tasyakuran, rapat RW/RT dan yang semacamnya. Tertulis dalam undangan itu bahwa , Waktu : Ba`da Isya`. Dan semua orang pasti sudah paham maksud undangan itu. Tidak mungkin seseorang akan mendatangi undangan tersebut jam 12 malam. Padahal tidak salah juga bila dia mendatangi jam 12 malam(ba`da isya`), karena dia baru sholat isya` jam setengah 11. Dijamin, ketika dia datang jam 12, pasti acara sudah bubar dan sepi. Apalagi bila seseorang sedang punya hajatan besar  seperti, sunatan, aqiqohan, pernikahan dan semisalnya.                 
“Koq nggak ke masjid??” ..aduh… mas,..masih banyak tamu,… masih ada urusan yang sangat penting…atau… soalnya yang datang ini tamu penting(orang yang berpengaruh)…dll..dll... Orang yang diundang juga demikian pula, sudah dengar kumandang adzan isya`, tidak segera mendatangi masjid, malah mendatangi acara tasyakuran. Idealnya kan panggilan Allah dulu yang didahulukan. Seandainya mendatangi undangan  pada saat selesai sholat isya` berjamaah kan, .. tidak akan mungkin ketinggalan. Inilah yang dalam bahasa jawanya seringkali disebut ,          ” Tumbu oleh Tutup..atau…Cocok sak nomer!!.” (keduanya saling mendukung)
Pernah berkali-kali hati ini sepulang dari sholat isya`menyaksikan sekelompok orang berjalan berbondong-bondong dengan mengenakan busana muslim rapi, lengkap mulai sarung hingga kopyahnya. Padahal di masjid tadi, mereka tidak terlihat. Ternyata mereka hendak menghadiri sebuah undangan tasyakuran atau tahlilan. Acara undangan itu sudah barang tentu bukan sesuatu yang salah, akan tetapi cara kita menyikapi dari sebuah kewajiban seorang muslim itulah yang harus di pahami lagi. Masak…panggilan Allah, undangan Allah untuk menunaikan sholat berjamaah,  kita kalahkan dengan undangan seorang manusia yang notabene mahluk ciptaanNya. Dan lagi tidak akan terlambat bila kita sholat isya` berjamaah dulu, baru kemudian selepas dari masjid langsung menuju lokasi hajatan. Sudah seharusnyalah kita sebagai seorang muslim menata waktu dengan sebaik-baiknya. Mana yang seharusnya di dahulukan,.. mana yang bisa ditunda sementara dan mana yang berakibat pengikisan keimanan. Kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya kita mengabdikan dulu. Intinya mempelajari dengan benar Hablumminallah dan Hablumminannas.                                                               Wallahu a`lambishowwab
Subhbhanallah, kalau kita lihat bagaimana Allah mengatur jadwal waktu sholat lima waktu diatas, sungguh merupakan sesuatu yang luar biasa. Setiap waktu sholat yang ada, sungguh sangat berkenaan erat dengan sifat dan kebiasaan2 yang dilakukan oleh manusia(diri kita). Irama yang sangat indah untuk  mengatur ritme kehidupan. Setiap jeda kehidupan dalam sehari selalu di batasi dengan waktu2 sholat. Setiap manusia yang mengikuti setiap jedanya dengan waktu sholat, maka InsyaAllah akan menuai keuntungan yang berlipat ganda, baik di dunia maupun di akherat. Dan manusia yang tidak mempunyai jeda dalam urusan dunia, akan banyak menuai kerugian, lebih2 di akherat kelak.                                              Setiap jeda waktu sholat akan menghapus setiap dosa yang ada dari sebelum waktu jeda lainnya. Dalam artian, dosa dan kesalahan yang kita perbuat antara setiap waktu sholat akan mampu terhapuskan. Bisa jadi setiap Waktu Sholat adalah filter utama penghapus dosa selama tidak terlibat dosa besar.                                       Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata,
أَنَّ رَجُلاً أَصَابَ مِنَ امْرَأَةٍ قُبْلَةً ، فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ ( أَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَىِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ) . فَقَالَ الرَّجُلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلِى هَذَا قَالَ  لِجَمِيعِ أُمَّتِى كُلِّهِمْ 
Ada seseorang yang sengaja mencium seorang wanita (non mahram yang tidak halal baginya), lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan tentang yang ia lakukan. Maka turunlah firman Allah Ta’ala(yang artinya), “Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.[1]” (QS. Hud: 114). Laki-laki tersebut lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pengampunan dosa seperti itu hanya khusus untuk aku?” Beliau bersabda, “Untuk seluruh umatku.” (HR. Bukhari no. 526 dan Muslim no. 2763). Yang dimaksud tepi siang adalah shalat Shubuh, Zhuhur dan ‘Ashar. Sedangkan shalat pada bagian permulaan malam adalah shalat Maghrib dan ‘Isya. Lihat Tafsir Al Jalalain, hal. 234.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa bila seorang muslim khusyu dalam sholatnya, maka ia akan diampuni segenap dosanya di masa lalu. Subhaanallah...!

مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

“Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu sholat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan sholatnya menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya.” (HR Muslim 2/13)

Syaratnya asalkan ia tidak terlibat dalam dosa besar, maka dosa-dosa masa lalunya pasti bakal diampuni Allah ta’aala. Adapun di antara dosa-dosa besar ialah sebagaimana disebutkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, yakni:

ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَبَائِرَ أَوْ سُئِلَ عَنْ الْكَبَائِرِ فَقَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قَالَ قَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ

Ketika ditanya mengenai dosa-dosa besar Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Mempersekutukan Allah ta’aala, membunuh jiwa serta durhaka kepada kedua orang-tua. Dan maukah kalian kuberitakan mengenai dosa besar yang paling besar? Yaitu kesaksian palsu.” (HR Muslim 1/243)

Untuk menghapus dosa-dosa besar tersebut tidak cukup dengan seseorang menegakkan sholat lima waktu. Ia harus menempuh prosedur taubatan nasuha yang khusus. Maka hindarilah sedapat mungkin terlibat dalam mengerjakan dosa-dosa besar. Dalam bahasa berbeda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan kita agar menjauhi tujuh penyebab bencana, yaitu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ
وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Jauhilah tujuh penyebab bencana.” Para sahabat radhiyallahu ’anhum bertanya: “Apa itu ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah ta’aala, sihir, membunuh jiwa yang Allah ta’aala haramkan membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, memakan harta anak yatim, memakan riba, desersi dari medan jihad serta menuduh wanita mu’minah yang memelihara diri sebagai melakukan perbuatan keji.” (HR Muslim 1/244)

Demikian yang redaksi sampaikan, semoga berguna dan bermanfaat bagi kita semua, utamanya diri penulis pribadi. Semoga kita di karuniai oleh Allah ke-Istiqomah-an dalam menjaga sholat berjamaah. Dijauhkan diri kita dari sifat malas,  dan dimudahkan diri kita untuk selalu bisa hadir dalam setiap sholat berjamaah di masjid. Diberikan selalu kerinduan akan masjid, serta menyambut dengan suka cita kumandang suara adzan. Selanjutnya, kumandang suara adzan, tidak lagi hanya sebagai penghias waktu kehidupan yang dianggap wajar2 saja. Akan tetapi lebih dari pada bisikan hati bahwa kita di sayang oleh Allah, kita semua diajak menuju kemenangan dan kebahagian, kita semua di panggil untuk memenuhi undangan Allah, yaitu dengan menghadiri sholat berjamaah di masjid.                             Sebelum tulisan ini kami akhiri, maka akan  kami sampaikan sebuah keistemawaan di balik suara adzan, yang kami ambil atau cuplikan dari sebuah artikel.net                                      

§  ” Hikmah di Balik Seruan Adzan.”                                                                               Di balik keistimewaannya, adzan juga menyimpan fakta unik. Ada tujuh kalimat adzan yang biasa diucapkan oleh seorang muazzin:

Allahu Akbar. Kalimat ini mengandung arti menyerukan kepada umat muslim ketika ingin mencapai kemenangan dimulai dengan menyebut nama Allah Yang Maha Besar. Ingatlah bahwa ada zat Yang Maha Besar yang selalu membantu dan menolongnya dalam mencapai segala maksud dan tujuan. Memulai segala sesuatu dan meyakini bahwa Allah Maha Besar, maka akan berdampak pada rasa percaya diri dalam diri seorang hamba, dan tidak akan takut terhadap apapun di dunia kecuali takut kepada Allah SWT.

Asyhadu Alla Illaha Illallah, bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah selain Allah SWT. Ungkapan ini memberikan panduan kepada seseorang yang hendak memulai sesuatu agar memurnikan niatnya karena Allah, dan apapun yang dilakukannya adalah untuk tujuan ibadah. Sebab, tidak ada satupun pekerjaan yang dikerjaan manusia, kecuali bernilai ibadah.

Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah, berarti memberikan petunjuk kepada manusia untuk mencontoh dari teladan Nabi Muhammad SAW. Manusia diperintahkan untuk menjadikan beliau panutan dan teladan dalam setiap aktifitas serta perbuatannya untuk mencapai kesuksesan.

Hayya Alash Shalah, artinya sebagai panggilan untuk segera melaksanakan shalat dan memberikan arahan kepada setiap yang akan memulai sesuatu, bahwa hendaklah mengawalinya dengan ibadah shalat. Ibadah akan mendatangkan keridhaan Allah kepada seseorang, dan jika Allah sudah meridhainya tentulah semua keinginanya akan terwujud dengan sempurna dan kesuksesan dengan mudah akan diraih. Shalat sebagai salah satu bentuk zikir kepada Allah, adalah hal yang bisa mendatangkan ketenangan jiwa bagi pelakunya. Jika seseorang bekerja dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih, tentulah kesukesan akan mudah diraih.

Hayya ‘Alal Falah, ini artinya ajakan sebagai tujuan akhir dari usaha manusia, yaitu kesuksesan. Akan tetapi, kesuksesan ini baru akan diperoleh jika sebelumnya di awali dengan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu memulai dengan nama Allah, memurnikan niat untuk ibadah, mencontoh yang terbaik (Rasulullah), serta mengawalinya dengan ibadah (Shalat). Jika hal itu sudah dipenuhi maka akan terealisasi dengan bukti yang nyata (sukses), bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin.

Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Dengan ungkapan Allah Maha Besar setelah meraih kemenangan, akan menyadarkan manusia bahwa kesuksesan dan keberhasilan yang diperolehnya adalah berkat bantuan dan pertolongan Allah SWT. Tidak satupun yang bisa terwujud di alam ini tanpa izin dari Allah. Karena Dialah yang besar yang membantu dan menolong. Pengakuan ini, akan menjadikan manusia untuk selalu rendah hati dengan keberhasilannya, dan tidak berubah menjadi manusia yang angkuh dan sombong.

Laa Ilaaha Illallah (tiada yang berkah disembah selain Allah). Bahwa kesuksesan yang diraih seorang manusia harus benar-benar dipergunakan untuk tujuan ibadah kepada Allah. Saat ini banyak manusia setelah mencapai kesuksesan lupa diri bahkan melupakan Tuhannya sehingga hal ini tidak mendatangkan manfaat kepada sesama manusia lainnya. Oleh karena itu makna dari kalimat di atas ini, diharapkan bahwa kesuksesan yang sudah diraih dapat memberikan manfaat bagi pemiliknya agar menjadi manusia yang berguna, bermanfaat serta semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT caranya melalui ibadah dari segi kuantitas dan kualitas.

Ingatlah bahwa segala kemenangan itu jangan sampai melupakan Tuhan, karena kemenangan itu berkat bantuan dan pertolongan-Nya. "Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah." (al-Anfal: 10). 



·         Udzur-udzur Yang Membolehkan Tidak Menghadiri Shalat Jama’ahdinukil dari “Binmbingan Lengkap Shalat Berjamaah”, Dr. Shalih Ghanim as-Sadlan, Terbitan at-Tibyan.
Tidak ada keringanan meninggalkan shalat jama’ah kecuali bila ada udzur.
Udzur terbagi dua, yakni udzur umum dan udzur khusus.
Udzur umum misalnya hujan deras baik di malam hari maupun di siang hari, angin kencang pada malam kelam, hujan salju, udara dingin yang menyengat, becek parah, udara panas yang bersangat an pada waktu tengah hari dan sejenisnya.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu bahwa ketika ia mengumandangkan azan pada suatu malam yang sangat dingin dan berangin, ia mengucapkan: “Shallu fii rihaalikum” (shalatlah kalian di tempat masing-masing), kemudian ia berkata: “Sesunggulnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan para muadzdzin agar mengucapkan  perkataan di atas apabila malam sangat dingin dan turun hujan deras(Silahkan lihat I’lamul Muwaqqiin III/357-358 dan Al-Muhalla karangan Ibnu Hazm ,Azh-Zhaahiri III/171-174). Ibnu Baththal berkata: “Para ulama sepakat bahwa dibolehkor tidak menghadiri jama’ah karena hujan deras, cuaca gelap, angin  kencang dan sejenisnya.(Tharhut Tatsrib fii Syarah Tagrib karangan Al-Hafidz Al-Iraqi II/317-318.)
 Beberapa udzur khusus diantaranya:
v 1-Sakit. Yang dimaksud sakit di sini adalah yang memberatkan penderitanya menghadiri shalat jama’ah. Tidak termasuk di dalamnya  sakit ringan, seperti pusing kepala, flu ringan dan sejenisnya.
Dalilnya adalah firman Allah:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. 22:78)
Dan juga ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam jatuh sakit beliau meninggalkan shalat jama’ah selama beberapa hari dan memerintahkan Abu Bakar mengimami shalat jama’ah.( Shahih AI-Bukhari I/176 Bab 80 Kitabul Adzaan.)
Shalat fardhu berjama’ah tidak wajib atas orang sakit, orang sakit yang terbaring di rumah, sakit menahun, orang yang terputus tangan dan kakinya secara silang atau orang yang putus kakinya, orang yang menderita kelumpuhan, orang yang lanjut usia dan sejenisnya.
Ibrahim An-Nakhaa’i berkata: “Para ulama tidak memberi dispensasi untuk tidak menghadiri shalat jama’ah kecuali orang yang khawatir terhadap kelemahan dirinya dan orang yang sakit.( Mushannaf lbnu Abi Syaibah I/351.)
Ibnu Hazm berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. (AI-Muhalla IV /285.
v 2-Kondisi tidak aman yang dapat membahayakan diri, harta dan kehormatannya.( Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah Al-Hambali I/451)
Allah berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. 2:286)
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa mendengar seruan adzan dan ia tidak mendataunginya maka tidak ada shalat baginya kecuali bila ada udzur.”
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apa udzurnya?” Beliau menjawab: “Rasa takut (situasi tidak aman) dan sakit.”( Sunanul Kubra karangan Al-Baihaqi I/185.)
v 3-Menahan Al-Akhbatsain.
Al-Akhbatsain adalah buang air kecil dan buang air besar. Sebab hal itu akan menghalanginya shalat dengan khusyuk dan sempurna. Berdasarkan hadits Muslim dari ‘Aisyah ia berkata:
“Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Tidak boleh mengerjakan shalat saat makanan telah dihidangkan dan tidak pula saat menahan al-akhbatsain.” H.R Muslim I/393.
v 4-Saat makanan telah dihidangkan. Berdasarkan hadits di atas tadi. Yakni sabda Rasulullah: “Tidak boleh mengerjakan shalat saat makanan telah dihidangkan”
Diriwayatkan dari Nafi’ dan Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu berkata:
“Apabila salah seorang dari kamu sedang menyantap hidangan janganlah tergesa-gesa hingga ia menyelesaikan makannya meskipun iqamat shalat telah dikumandangkan.” Sunanul Kubra karangan Al-Baihaqi III/74.
v 5-Baru memakan makanan yang menimbulkan bau tidak sedap.
Kewajiban shalat berjama’ah gugur atas orang yang baru memakan makanan yang menimbulkan bau tak sedap, seperti bawang merah, bawang putih dan sejenisnya. Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa memakan bawang merah atau bawang putih hendaklah menjauhi masjid kami dan hendaknya ia tetap di rumah saja.“ H.R Muslim I/394.                Yang dimaksud bukan hanya bawang merah atau bawang putih saja, tetapi seluruh makanan yang menimbulkan bau tak sedap. Alasannya adalah mengganggu jama’ah shalat lainnya. Termasuk di dalamnya orang yang sakit kusta atau kudis yang menimbulkan bau busuk dan sejenisnya, statusnya disamakan dengan orang yang makan bawang karena alasan yang sama. Hasyiyatul Murbi’ karangan Ibnu Qasim II/356.
v6-Imam mengerjakan shalat terlalu panjang hingga memberatkan makmum. Berdasarkan riwayat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu bahwa seorang lelaki mengadu: “Demi Allah wahai Rasulullah, saya terpaksa tidak menghadiri shalat subuh berjama’ah karena si Fulan yang mengimami shalat terlalu panjang.”
Maka belum pernah saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan pe­ringatan yang sangat keras kecuali pada hari itu, beliau berkata:
“Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang-orang lari. Barangsiapa bertindak sebagai imam hendaklah meringankan shalat.” H.R Muslim.
v 7-Mengantuk berat. Berdasarkan hadits Abu Qatadah Radhiyallahu Anhu:
“Tidak terhitung lalai karena tertidur. Baru terhitung lalai apabila dalam keadaan terjaga. Jika kalian terluput mengerjakan shalat hendaklah ia mengerjakannya saat ia mengingatnya.“ Sunan Abu Dawud I/nomor 437.
v 8-Tidak punya baju. Sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin I/345- 346.
v 9-Dalam keadaan safar dan khawatir ditinggal rombongan. Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (II/453).
v 10-Sedang sibuk mengurus jenazah.
v  11-Kegalauan yang menghalangi khusyuk di dalam shalat. Abu Darda’ Radhiyallahu Anhu berkata: “Termasuk kedalaman fiqih seseorang adalah menyelesaikan urusannya terlebih dahulu hingga ia dapat menger­jakan shalat dengan hati yang lapang.” Hasyiyah Ar-Raudhul Murbi’ karangan Ibnu Qasim (II/357).
Selain yang telah tersebut di atas, termasuk juga orang yang sedang berusaha mengembalikan barangnya yang dirampas, kegemukan yang melebihi batas kewajaran, orang yang mendapat gangguan di tengah jalan atau di masjid, orang yang takut tertimpa fitnah atas dirinya atau dirinya dapat menimbulkan fitnah atas orang lain dan sebagainya.” Hasyiyatu Raudhil Murbi’ II/361.
As-Suyuthi berkata dalam kitab Al-Asybaah wan Nazhaair -Asybaah wan Nazhaair halaman 439-440.: “Udzur-udzur yang membolehkan meninggalkan shalat jama’ah ada sekitar empat puluh: Salah satunya adalah yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad: “Seseorang yang tengah diisolir (dikucilkan) oleh kaum muslimin merupakan udzur bolehnya ia meninggalkan shalat jama’ah.”
Yakni isolir yang dibenarkan dalam syariat, karena Hilal bin Umayyah dan Maraarah bin Ar-Rabi’ duduk di rumahnya, mengerjakan shalat di rumah dan tidak mengerjakan shalat berjama­’ah di masjid.” Zaadul Ma’ad III/20.
Utamanya adalah tidak menggampang-gampang ilmu hanya demi kepentingan pribadi. Para ulama memberikan batasan2 uzur agar sesuai dengan keadaan yang ada pada diri manusia. Bukan sebagai dalil untuk sekedar mengambil kemudahan. Yang mengetahui kondisi fisik dan phsykis tubuh  dan lingkungan kita adalah kita sendiri. Dan yang terpenting harus tetap berusaha menjaga sholat berjamaah dengan sekuat-kuatnya. Apabila memang terjadi benar2 keadaan sebagaimana hal yang ada seperti penjelasan diatas, maka baru kita bisa mengambil keringanannya. Walallahu`alambishowwab.

Redaksi bulletin Jihad Pagi, alkhomsa studio – abdullahalkhomsa.blogspot.com
Sumber : kliping browesing internet , buku & karya tulis pribadi serta hikmah Jihad 10 Pagi

Komentar